BEROBAT DALAM PANDANGAN ISLAM


Seorang perempuan datang menemui Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Kepada beliau perempuan itu mengeluhkan tentang penyakit ayan yang dideritanya. Ia merasa khawatir auratnya akan terbuka ketika penyakitnya itu kambuh. Kepada Rasul ia meminta agar dimintakan kesembuhan kepada Allah.

Atas permintaannya kepada perempuan ini Rasulullah memberikan pilihan; bersabar dan akan masuk surga, atau sembuh dari penyakitnya. Pada akhirnya sang perempuan lebih memilih bersabar dengan penyakitnya dengan harapan adanya jaminan surga. Hanya saja ia tetap meminta didoakan agar auratnya tak sampai terbuka ketika kambuh penyakit ayannya. Dan Rasul mengabulkan permintaannya.


Para ulama menjadikan hadits tersebut sebagai salah satu dasar untuk memotivasi umat agar mau bersabar saat diberi cobaan oleh Allah berupa sakit. Lebih jauh, hal ini dilakukan mengingat bahwa sakit datangnya dari Allah dan akan pergi atas izin Allah juga.

Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku”, Qs Asy Syuara (26): 80

Al Quran juga berkisah tentang kesabaran Nabi Ayyub saat ditimpa berbagai musibah, termasuk sakit. Nabi Ayyub ditimpa penyakit kulit yang menjadikan orang lain menyingkir darinya. Namun Nabi Ayyub menerima cobaan ini dengan sabar dan berkata,”Ya Allah, silahkan beri cobaan kepadaku apa saja namun jagalah hatiku agar terus mengingatMu, dan mulutku selalu menyebut namaMu”.

Hingga akhirnya Allah menurunkan kesembuhan melalui air yang keluar dari bumi tempat Nabi Ayyub berpijak,

Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika ia menyeru Tuhan-nya: "Sesungguhnya aku diganggu syaitan dengan kepayahan dan siksaan". (Allah berfirman): "Hantamkanlah kakimu; Inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum", Qs Shad (38): 41-42.

 Islam tidak memandang sebelah mata pada usaha menyembuhkan penyakit dengan berobat. Para ulama memandang sunah (mustahabb) berobat bagi orang yang sedang sakit. Ada banyak hadits yang menjadi dasar pijakan. Imam Nawawi dalam kitab “al-Majmû’ Syrahul Muhadzdzab” (Kairo: Darul Hadits, 2010) menuturkan beberapa hadits yang disabdakan oleh Rasulullah di antaranya:

 إن الله تعالى أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فتداووا ولا تداووا بالحرام

Artinya: “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obatnya dan menjadikan bagi setiap penyakit ada obatnya. Maka berobatlah kalian, dan jangan kalian berobat dengan yang haram.” (HR. Abu Dawud dari Abu Darda)

Hadits riwayat Imam Bukhari dari sahabat Abu Hurairah:

 إنَّ اللَّهَ لَمْ يُنْزِلْ دَاءً إلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak menurunkan satu penyakit kecuali diturunkan pula baginya obat.”

Dari kedua hadits di atas bisa diambil satu kesimpulan bahwa ketika Allah memberikan satu penyakit kepada hamba-Nya maka kepadanya pula akan diberikan obat yang bisa menyembuhkannya. Tentunya orang yang sakit dituntut untuk berusaha mendapatkan obat tersebut agar teraih kesembuhannya.

Boleh saja orang yang sakit tak melakukan usaha berobat bila memang ia berserah diri dan ridlo terhadap penyakit yang diberikan Allah kepadanya. Masih menurut Imam Nawawi:

 وَإِنْ تَرَكَ التَّدَاوِيَ تَوَكُّلًا فَهُوَ فَضِيلَةٌ

Artinya: “Bila orang yang sakit tidak berobat karena tawakal (pasrah kepada Allah) maka hal itu merupakan suatu keutamaan.”

Satu hal yang juga mesti dipahami dan diyakini oleh setiap orang yang sakit, bahwa ketika ia telah berusaha berobat dan mendapatkan kesembuhannya maka ia mesti berkeyakinan bahwa yang menyembuhkan penyakitnya adalah Allah semata, bukan obat yang diminumnya. Usaha berobat yang ia lakukan adalah ikhtiar seorang hamba untuk mendapatkan anugerah kesembuhan dari Tuhannya.

Obat yang ia minum hanyalah sarana belaka. Sedangkan kesembuhan yang didapatkannya adalah semata karena kehendak dan anugerah Allah yang tanpa ikhtiar dan sarana sekalipun Allah berkuasa untuk melakukannya. Rasulullah bersabda:

 لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرِئَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Artinya: “Setiap penyakit memiliki obat. Bila cocok obat dengan penyakitnya maka akan sembuh dengan izin Allah Ta’ala.”

Karena kesembuhan mutlak kehendak dan anugerah Allah semata maka juga perlu dipahami bahwa obat yang hanya sebagai sarana bisa berbentuk apa saja. Obat medis, obat herbal, ramuan tradisional, air putih yang didoakan kiai dan lain sebagainya adalah sarana-sarana yang bisa dijadikan obat. Dengan sarana yang mana seseorang yang sakit akan mendapatkan kesembuhannya hanya Allah yang tahu sesuai dengan kehendak-Nya.

Maka tidak jarang di masyarakat dijumpai beberapa orang menderita sakit yang sama namun sembuh dengan obat yang berbeda jenisnya. Banyak orang mengalami sakit yang sama namun sembuh dengan obat berbeda merk meski kandungannya sama. Tak sedikit orang berobat hingga kemana-mana dengan banyak biaya, namun kesembuhan justru ia dapatkan dari rebusan dedauan yang liar tumbuh di halaman rumahnya.

Dalam hal memilih jenis atau metoda pengobatan, haruslah memiliki dasar keilmuan dan memperhatikan kemampuan finansial. Pengobatan tradisional meskipun dasar keilmuannya lemah, belum banyak dilakukan penelitian laboratorium, namun telah terbukti khasiatnya selama puluhan bahkan ratusan tahun. Sekarang telah banyak simplisia atau tanaman obat yang diteliti dan diketahui kandungan zat kimianya sehingga lebih aman dan mantap dalam penggunaannya.

Kedokteran modern mampu melakukan berbagai tindakan operasi, hingga operasi jantung, operasi pembedahan kepala dan bahkan syaraf yang sangat lembut. Ada lagi cangkok organ tubuh, seperti cangkok hati, cangkok ginjal dan jantung buatan. Namun tentu biayanya tidaklah murah. Secara ilmiah bisa dipertanggung jawabkan meski hasil akhirnya tetap ketentuan Allah Swt. Ada yang setelah menjalani operasi jantung dapat bertahan hidup beberapa tahun dan barulah meninggal lewat wasilah yang lain.

Di kalangan masyarakat sering dijumpai orang yang memaksakan diri mengupayakan pengobatan sakitnya hingga menghabiskan harta benda, bahkan sampai berhutang. Motor dijual, mobil dijual, perabotan rumah dijual, sekolah anak terbengkelai karena SPP tidak dibayar, hingga menjual tanah dan rumah.

Barulah sadar setelah semua hartanya habis, sedangkan kesembuhan belum datang. Jadi sekali lagi haruslah disadari bahwa sakit itu datangnya dari Allah, demikian juga kesembuhan. Manusia berusaha menggapai kesembuhan, terbebas dari penyakit, sesuai dengan dasar keilmuannya dan kemampuan keuangannya.

Wallâhu a’lam. (Yazid Muttaqin)

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/85544/berobat-dalam-pandangan-islam

Komentar

Postingan Populer