FAKTOR PENENTU KUALITAS MADU
Madu merupakan cairan alami yang umumnya mempunyai rasa manis yang
dihasilkan oleh lebah madu (Apis sp.) dari sari bunga tanaman (flora
nektar) atau bagian lain tanaman (ekstra floral). Kualitas madu ditentukan oleh
beberapa hal, diantaranya adalah waktu pemanenan madu, kadar air, warna madu,
rasa dan aroma madu.
Waktu pemanenan madu harus dilakukan pada saat
yang tepat, yaitu ketika madu telah matang dan rongga-rongga madu mulai ditutup
oleh lebah. Hal lain yang menjadi penentu mutu madu adalah kadar air yang
terkandung dalam madu. Madu yang baik adalah madu yang memiliki kadar air
sekitar 17-21 persen.
Madu memiliki sifat higroskopis yang kuat, yakni memiliki kemampuan
menyerap sejumlah air. Secara normal, madu dengan kadar air 18.3% atau kurang
akan mampu mengabsorbsi uap air dari udara pada kelembaban relatif 60%. Hal ini
menyebabkan perubahan kadar air dalam madu dipengaruhi oleh kelembaban udara di
sekitarnya.
Pada temperatur yang relatif tinggi, madu akan menyerap air sehingga
menjadi semakin encer dan dapat mudah mengalami fermentasi. Banyaknya air dalam
madu menentukan daya simpan madu. Madu dengan kadar air tinggi akan lebih mudah
mengalami fermentasi oleh yeast alami yang terdapat dalam madu, sehingga dengan rendahnya kadar air
maka akan menghambat terjadinya pemecahan disakarida menjadi monosakarida. Madu
yang telah mengalami fermentasi memiliki kualitas yang rendah.
Akan tetapi, permasalahan umum yang banyak terjadi pada madu yang
dipanen di Indonesia adalah mempunyai kadar air yang tinggi yakni sekitar 19-25%. Hal
tersebut disebabkan kondisi iklim di Indonesia yang memiliki kelembaban cukup
tinggi yakni sebesar 60-90 %. Dibandingkan dengan madu dari negara lain, misalnya Amerika Serikat, maka madu dari
Indonesia masih memiliki persyaratan mutu yang cukup rendah, terutama pada
kadar airnya.
Madu adalah bahan pangan alami yang dihasilkan
oleh hewan, yakni lebah dan memiliki kandungan nutrisi yang cukup penting bagi
kesehatan yang berasal dari komponen antioksidannya serta komponen
antimikrobial alami yang dikandungnya. Pada dasarnya,
komposisi kandungan dalam madu dipengaruhi oleh sumber tanaman, kondisi
geografis tempat madu dipanen serta keadaan iklim lingkungannya.
Madu alami terdiri dari sebagian besar gula (glukosa dan fruktosa)
serta air. Komponen lain yang terkandung dalam madu alami adalah beberapa jenis
gula lainnya, protein, mineral, senyawa fitokimia seperti asam organik,
vitamin, dan enzim, selain itu madu alami juga memiliki beberapa senyawa
antioksidan. Komponen dalam madu alami tersebut bervariasi dan ditentukan oleh
lokasi sumber nektar dan kondisi iklim wilayahnya.
Kandungan utama dalam madu adalah gula dengan jumlah kadar gula
berkisar antara 45.3-86.0 g/100 g untuk total gula. Secara umum, madu merupakan
jenis asam dengan kandungan asam utamanya adalah asam glukonat dan memiliki pH
antara 3,0-6,5. Madu memiliki kandungan protein yang relatif rendah dan
sebagian besar dalam bentuk enzim. Total komponen nitrogen pada jenis madu yang
berbeda berkisar antara 199-13100 µg/g.
Komposisi lain yang terkandung dalam madu adalah
hidroksimetilfurfural (HMF). Senyawa ini terbentuk akibat dehidrasi heksosa
yang dikatalis oleh adanya asam. Kadar HMF merupakan salah satu indikator
penting yang biasa digunakan sebagai standar kesegaran madu. Jumlah HMF umumnya
ditemukan dengan kisaran 0,04-74,9 mg/kg.
Peningkatan jumlah HMF juga dapat disebabkan oleh perlakuan termal
dan penyimpanan dalam waktu yang lama, semakin tinggi kadar HMF menyebabkan
menurunnya kesegaran dari madu. Madu dengan kadar karbohidrat kurang dari 83 %
dan kadar air lebih dari 17 % mudah mengalami fermentasi, terutama saat
disimpan pada suhu di atas 11 oC.
Umumnya, jenis gula yang dominan dalam hampir semua jenis madu
adalah levulosa dan hanya sebagian kecil madu yang kandungan dekstrosanya lebih
tinggi dari levulosa. Levulosa dan dekstrosa mencakup 85-90% dari karbohidrat
yang terdapat dalam madu dan hanya sebagian kecil oligosakarida dan
polisakarida. Gula tereduksi yang terkandung dalam madu tersebut akan mengalami
perubahan dalam waktu penyimpanan cukup lama.
Bila madu disimpan selama dua tahun dalam suhu
kamar, maka maltosa akan mengalami peningkatan jumlah hingga mencapai 69%
sedangkan dekstrosa dan levulosa akan turun mencapai 86% dari jumlah awalnya. Perubahan
ini disebabkan antara lain karena suhu penyimpanan dan kadar air madu.
Penyimpanan selama 6-12 bulan dengan suhu 28-38 oC akan meningkatkan gula berantai panjang dan menurunkan
monosakarida.
Madu termasuk dalam golongan makanan asam karena memiliki pH yang
berkisar pada 3,42-6,10. Keasaman dalam madu sebagian besar ditentukan oleh
kandungan mineral seperti Ca, Na, dan K, dimana madu yang kaya akan mineral
akan memiliki pH relatif lebih tinggi. Mineral dalam madu terbagi dalam tiga yakni
abu, mineral esensial dan kandungan logam dalam jumlah sangat kecil. Dalam madu
terdapat 18 unsur mineral esensial dan 19 unsur mineral non-esensial yang
pernah diteliti.
Beberapa vitamin larut air yang terdapat dalam madu antara lain
tiamin (B1), riboflavin (B2), piridoksin (B6), asam pantotenat, niasin, asam
askorbat, biotin, asam folat, kolin dan asetil kolin, sedangkan untuk vitamin
larut lemak yang juga ditemukan dalam madu adalah vitamin K yang ekivalen
dengan 25 µg menadion per 100 gr madu.
Karakterisasi Fisik Madu
a. Warna
Menurut warnanya, madu dapat dibedakan menjadi dua jenis yakni madu
cerah dan madu gelap. Secara umum, jenis madu yang berwarna lebih gelap
memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi dibanding dengan madu yang
berwarna lebih cerah.
Madu yang berwarna lebih cerah memiliki zat warna larut air yang
lebih sedikit daripada zat warna larut lemak. Adanya kandungan senyawa
polifenol pada madu menyebabkan madu berwarna kecoklatan dan semakin tinggi
jumlah senyawa tersebut warna madu akan menjadi lebih pekat.
Peristiwa oksidasi atas senyawa dalam madu juga menimbulkan warna
yang pekat. Penyimpanan madu terlalu lama menyebabkan perubahan warna yang
disebabkan oleh kombinasi beberapa faktor seperti adanya kompleks yang terjadi
antara tannat dan polifenol dengan zat besi dari kemasan atau alat pengolah,
reaksi dari gula tereduksi dengan senyawa yang mengandung nitrogen amino (asam
amino, polipeptida, protein) dan ketidakstabilan fruktosa dalam larutan madu.
b. Rasa
Rasa yang dimiliki oleh madu murni merupakan rasa yang khas yang
mana rasa tersebut dibentuk oleh kandungan gula, karbohidrat serta beberapa
kandungan asam organik seperti asam glukonat dan prolin. Tiap jenis madu
memiliki rasa unik yang berbeda disebabkan kandungan glukosida dan alkaloid
yang bervariasi pada berbagai tumbuhan sumber nektar.
Pada madu, jenis asam yang dominan adalah asam glukonat. Rasa dari ester
yang terkandung di dalam asam glukonat menjadikan asam ini berperan dalam
memberikan rasa manis yang selanjutnya akan berubah menjadi agak asam. Oleh
sebab itu, madu memiliki rasa yang unik yang merupakan gabungan dari rasa manis
dan sedikit asam.
Rasa manis madu alami memiliki tingkat kemanisan satu setengah kali
rasa manis gula pasir. Akan tetapi, rasa manis madu alami tidak memiliki
efek-efek buruk seperti yang ditimbulkan gula pasir. Hal ini karena pada madu
alami tingkat kemanisannya dipengaruhi oleh karbohidrat sederhana yang berupa
79,8% monosakarida dan 17% air.
c. Aroma
Aroma pada madu terbentuk dari banyaknya senyawa pembentuk aroma
yang terkandung dalam madu seperti formaldehida, asetaldehida, aseton,
isobutiraldehida dan diasetil. Aroma khas yang terdapat pada madu berasal dari
senyawa methyl yang terdapat dalam jumlah kecil pada madu.
d. Kekentalan
Kekentalan madu secara umum dipengaruhi oleh kadar air dalam madu,
yang mana semakin tinggi kadar air madu maka semakin encer madu tersebut. Madu
kental memiliki viskositas yang tinggi, sebaliknya madu yang encer memiliki
viskositas yang rendah. Viskositas madu juga dipengaruhi oleh suhu, suhu yang
rendah akan meningkatkan viskositas madu sedangkan suhu tinggi menyebabkan
viskositas menjadi rendah dan karakteristik madu menjadi lebih encer.
Madu juga memiliki sifat tegangan permukaan yang rendah. Besar tegangan
permukaan yang dimiliki madu bervariasi tergantung pada sumber nektar dan
kandungan zat koloid pada madu. Sifat tegangan permukaan yang rendah serta
viskositas yang cenderung tinggi menyebabkan madu memiliki ciri khas yakni
membentuk busa. Pada umumnya, viskositas atau kekentalan madu akan menurunkan
kadar air dalam madu.
Selain dipengaruhi oleh suhu, karakteristik reologi dari madu juga
dipengaruhi oleh komposisi madu itu sendiri. Tingginya kandungan gula jenis
disakarida akan menaikkan viskositas dibandingkan dengan gula jenis
monosakarida pada fraksi massa yang sama. Madu yang berkualitas tinggi umumnya
lebih kental dan lebih viscous. Madu
dengan kandungan gula fruktosa lebih banyak cenderung lebih rendah
viskositasnya. Begitu juga dengan kadar air yang terkandung, semakin tinggi
kadar air madu maka semakin rendah viskositas madu.
e. Densitas
Kepadatan (densitas) madu akan mengikuti gaya gravitasi sesuai
berat jenis. Bagian madu dengan densitas rendah merupakan bagian yang kaya akan
air, bagian ini akan berada di atas bagian madu yang lebih padat dan kental.
Hal inilah yang menjadikan madu yang disimpan terlihat seperti memiliki
lapisan.
Fermentasi Madu
Kadar air yang tinggi pada madu akan memicu terjadinya fermentasi.
Fermentasi tersebut terjadi karena adanya yeast dan jamur alami
yang terdapat dalam madu. Jamur ini akan tumbuh secara aktif bila kadar air
dalam madu tinggi. Saat madu masih tersimpan dalam sel sisiran yang tertutup
rapat, madu tidak akan mengalami fermentasi. Pada saat itu, kandungan air dalam
madu masih sangat rendah yakni sekitar 17,4 % dengan massa jenis 1,4212 gr/cc
pada temperatur 20 oC.
Madu tersebut tidak akan mengalami fermentasi walaupun dalam bentuk kristal.
Madu yang memiliki kadar air tinggi yakni lebih dari 25% akan mudah
mengalami fermentasi oleh Zygosaccharomyces.
Mikroorganisme tersebut merupakan mikroorganisme alami sejenis yeast atau khamir tahan terhadap konsentrasi gula tinggi sehingga dapat
hidup dalam madu. Sel Zygosaccharomyces akan mendegradasi gula dalam madu, terutama jenis gula glukosa dan
fruktosa.
Hasil perombakan yang berupa alkohol akan bereaksi dengan O2 dari udara dan membentuk asam asetat, sedangkan hasil fermentasi
lain yakni CO2 akan bereaksi
dengan air dan mempengaruhi rasa, aroma serta kadar keasaman dari madu yang
telah mengalami fermentasi. Aroma dan rasa dari madu yang terfermentasi akan
berubah menjadi lebih asam karena bertambahnya jumlah asam dalam madu, selain
itu juga akan dihasilkan gas dalam madu.
Komentar
Posting Komentar