BAHAYA VAPE DAN KAITANNYA DENGAN KANKER PARU
Oleh : Aningtias Jatmika, Sri Noviyan
Vape atau rokok
elektrik telah menjadi fenomena yang meluas di berbagai kalangan masyarakat,
bahkan kaum hawa. Penelitian berjudul “Age and sex-related patterns of
electronic cigarette use in the general population: Supporting a de novo
substance use pattern” yang diterbitkan pada jurnal Population Medicine
pada 2022 menemukan bahwa wanita cenderung memulai penggunaan vape pada usia
yang lebih muda dibandingkan pria.
Data menunjukkan bahwa
44,7 persen wanita mulai menggunakan rokok elektrik pada usia 10-19 tahun,
sedangkan pada pria, angkanya lebih rendah, yakni 39,8 persen. Vape menjadi
pilihan populer di kalangan anak muda karena dianggap lebih "bersih"
dan memiliki berbagai varian rasa yang menarik, mulai dari buah-buahan hingga
rasa permen.
Lantaran vape
tergolong produk baru, peneliti belum bisa mendeteksi efek jangka panjang dari
vape. Meskipun demikian, penggunaan rokok elektrik bukan berarti tidak
berisiko. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menegaskan bahwa rokok
elektrik berbahaya bagi kesehatan dan tidak dapat dianggap sebagai alternatif
yang lebih aman ketimbang rokok biasa. Bahkan, sejak Desember 2023, WHO telah
melarang penggunaan vape berperasa di seluruh dunia.
Pada Kamis
(14/11/2024), tim Kompas.com berkesempatan mewawancarai Konsultan Senior
Onkologi Medis Parkway Cancer Center Dr Chin Tan Min mengenai dampak rokok
elektronik bagi kesehatan. Berikut adalah wawancara lengkapnya.
Secara medis,
bagaimana dampak vape terhadap kesehatan, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang?
Seperti rokok, vape
juga menimbulkan sejumlah dampak nyata. Risiko jangka pendek dari vaping adalah
batuk, peningkatan denyut jantung, sesak napas, mual dan muntah, sakit kepala,
serta iritasi atau cedera pada mulut, tenggorokan, dan paru-paru. Pada
akhirnya, hal tersebut dapat meningkatkan risiko penyakit jantung serta
paru-paru, seperti infark miokard, asma, dan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK).
Selain itu, kandungan
nikotin dalam vape yang juga terdapat dalam rokok tradisional dapat mengaktifkan
reaksi kimia di otak. Reaksi ini merangsang perasaan senang sementara yang
dapat menyebabkan kecanduan.
Pengguna vape kerap tidak
sadar bahwa mereka sebenarnya lebih sering menggunakan produk ini lantaran
tidak terukur. Terlebih, vape tidak terbakar seperti halnya rokok tradisional.
Penggunaan vape yang lebih lama dan lebih sering dapat mengakibatkan paparan
yang lebih besar terhadap bahan kimia beracun yang terkandung dalam vaporizer.
Apakah vape bisa memicu kasus kanker paru yang berpotensi menyebabkan kematian?
Sebagai produk dengan
bahan beracun yang berpotensi merusak organ paru-paru, vape dinilai dapat
meningkatkan kemungkinan risiko kanker paru yang sama seperti kebiasaan
merokok.
Seperti diketahui,
kanker paru merupakan kanker dengan kasus dan kematian paling tinggi. Studi
Global Cancer Observatory 2022 yang diinisiasi oleh International Agency for
Research on Cancer (IARC)— Badan Internasional untuk Penelitian Kanker di bawah
naungan WHO, menemukan bahwa ada 2,5 juta kasus baru kanker paru setiap
tahunnya. Jumlah ini setara 12,4 persen (tertinggi) dari total kasus kanker
baru.
Kanker paru-paru juga
menjadi penyebab utama kematian akibat kanker, yaitu 1,8 juta kematian atau
18,7 persen dari total kematian akibat kanker. Di Indonesia sendiri, jumlah kasus
kanker pada 2021 menempati peringkat ketiga dengan angka 34.783 dari 396.914
total berbagai jenis kanker. Sementara, angka kematian karena kanker paru-paru
di Indonesia mencapai 30.843 dan menempati posisi pertama dari 35 jenis kanker.
Bagaimana gejala
kanker paru?
Kanker paru sama
seperti kebanyakan kanker lain yang tidak menunjukkan tanda-tanda pada tahap
awal. Tanda dan gejala kanker umumnya terlihat begitu kanker memasuki stadium
lanjut atau telah mempengaruhi organ tubuh lain. Adapun beberapa gejala umum
kanker paru adalah batuk terus-menerus, nyeri dada, sesak napas, serta kehilangan
berat badan dan nafsu makan.
Jika gejala-gejala ini
terus-menerus terjadi selama sekitar 2 sampai 3 bulan, apalagi Anda seorang
perokok, atau memiliki riwayat kanker dalam keluarga, maka segera temui dokter
untuk evaluasi lebih lanjut.
Apa yang dilakukan
dokter untuk mendiagnosis kanker paru?
Untuk memastikan diagnosis
kanker paru-paru dan menentukan lokasi utama tumor, dokter umumnya akan
melakukan rontgen, CT scan, dan biopsi Dari situ, dokter dapat menentukan
stadium kanker untuk menentukan apakah penyakit tersebut terlokalisasi atau
telah menyebar ke bagian tubuh lain.
Bagaimana tata
laksana penanganan kanker paru?
Pengobatan utama untuk
kanker paru-paru adalah pembedahan, terapi radiasi, dan pengobatan sistemik,
seperti kemoterapi, imunoterapi, atau terapi target. Adapun pasien dengan
kanker yang terlokalisasi dapat ditawarkan pembedahan kuratif.
Terdapat tiga jenis
pembedahan kuratif, yakni pengangkatan potongan kecil jaringan paru-paru yang
berbentuk baji (reseksi baji), pengangkatan salah satu lobus paru-paru (lobektomi),
dan pengangkatan salah satu paru-paru (pneumonektomi). Ada pula
pembedahan lubang kunci (keyhole surgery), yakni pembedahan minimal
invasif dengan sayatan kecil untuk mengakses tumor.
Dengan pendekatan ini,
pasien bisa pulih lebih cepat. Pasien dengan penyakit terlokalisasi juga bisa
memilih pengobatan radiasi untuk tujuan kuratif atau paliatif. Sementara,
pasien dengan penyakit metastasis bisa mendapatkan kemoterapi untuk
mengendalikan kanker.
Kemoterapi kerap
menjadi momok bagi penderita kanker paru. Bagaimana Anda menanggapi hal itu?
Banyak pasien
cenderung khawatir dengan efek samping kemoterapi, seperti rambut rontok, mual,
dan muntah. Untungnya, metode pengobatan telah berkembang dengan agen
kemoterapi baru dan pengobatan suportif yang baik untuk membantu pasien
mengelola efek samping tersebut.
Tak dapat dimungkiri
bahwa kemoterapi juga dapat menyebabkan gangguan kekebalan tubuh dan infeksi
lantaran terapi ini bekerja pada sel-sel yang membelah secara aktif. Walau
demikian, manfaat kemoterapi lebih besar ketimbang risikonya. Untuk mengatasi
kemungkinan infeksi, pasien juga akan diberikan antibiotik.
Disamping itu, pasien
juga bisa memanfaatkan imunoterapi. Berbeda dengan kemoterapi yang bekerja
dengan cara membunuh sel-sel yang berkembang dengan cepat, imunoterapi bekerja
dengan meningkatkan kemampuan sistem imun tubuh untuk mengenali dan menyerang sel-sel
kanker secara spesifik.
Bagaimana tingkat
kesembuhan pasien dengan imunoterapi?
Pasien kanker paru
stadium lanjut yang tidak diobati memiliki tingkat kelangsungan hidup rendah,
yakni sekitar 6 bulan. Dengan pengobatan tepat, khususnya penggabungan
imunoterapi dan terapi target, sekitar 30-40 persen dapat bertahan hingga 5
tahun.
Terapi target dapat
menjadi metode efektif untuk mengobati mutasi spesifik kanker paru. Terapi ini
dapat dikombinasikan dengan obat-obatan oral guna membantu mengendalikan kanker
dengan efek samping yang relatif ringan.
Adapun terapi target
dan Imunoterapi ditawarkan sebagai pilihan pengobatan bagi pasien dengan kanker
paru stadium lanjut, baik di awal diagnosis maupun ketika pasien tengah
menjalani pengobatan sebelumnya, seperti pembedahan, kemoterapi, dan radiasi. Saat
ini, imunoterapi juga bisa didapatkan di Parkway Cancer Centre Singapura.
Seperti halnya kanker
jenis lain, pengobatan terbaik untuk kanker paru-paru adalah pencegahan.
Mengurangi risiko kanker paru-paru dapat dimulai dengan berhenti merokok dan
vaping, menghindari asap rokok, berolahraga secara teratur, tetap aktif, serta
menjaga pola makan seimbang.
Untuk mengetahui
informasi lebih lanjut mengenai layanan kesehatan terkait kanker, Anda dapat
menghubungi Parkway Cancer Centre di nomor 0811-1934-673 atau mengunjungi www.parkwaycancercentre.com.
Komentar
Posting Komentar