OTAK MENUA LEBIH CEPAT KARENA SMARTPHONE
Halo semua! Saya dr. Erta, Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah dari Klinik Kiera. Mungkin banyak yang bingung, "Loh, Dok Erta kan spesialis jantung, kok sekarang bahas otak?" Betul sekali. Karena jantung dan otak itu satu paket, bagaikan duo sejoli yang tak terpisahkan. Kalau otakmu "ngadat", jantungmu juga bisa ikut-ikutan repot.
Hari ini saya mau bahas tentang kebiasaan yang
mungkin sedang Anda lakukan saat membaca tulisan ini: scroll smartphone.
Ya, perangkat canggih yang kini tak ubahnya organ tubuh tambahan ini, ternyata
menyimpan potensi bahaya tersembunyi bagi otak Anda.
Dulu, penuaan otak identik dengan usia senja.
Pikun, mudah lupa, susah konsentrasi. Tapi sekarang, fenomena ini mulai
bergeser. Saya sering menemukan pasien muda dengan keluhan daya ingat menurun,
sulit fokus, bahkan sering blank. Setelah ditelisik lebih jauh, biang
keladinya seringkali adalah... layar persegi panjang di genggaman mereka.
Smartphone memang revolusioner. Memudahkan
komunikasi, akses informasi, hiburan. Tapi seperti pedang bermata dua, di balik
segala kemudahannya, ada harga yang harus dibayar. Dan kali ini, yang jadi
korban adalah kesehatan otak Anda.
Ketika Anda terus-menerus terpapar notifikasi, feed
media sosial yang tak ada habisnya, atau video short yang durasinya makin
pendek, otak Anda dipaksa bekerja ekstra keras untuk memproses informasi yang
fragmentaris dan cepat berubah. Ini bukan cara otak dirancang untuk bekerja.
Otak kita butuh waktu untuk mencerna, memilah, dan menyimpan informasi.
Bayangkan otak Anda sebagai sebuah perpustakaan.
Dulu, Anda membaca buku dari awal sampai akhir, lalu menyimpannya rapi di rak.
Sekarang, Anda hanya membaca daftar isi, melompat-lompat antar bab, kadang
hanya membaca judulnya, lalu segera mencari buku lain. Lama-lama, perpustakaan
itu jadi berantakan, dan Anda sendiri bingung mencari informasi yang Anda
butuhkan.
Penelitian demi penelitian mulai menunjukkan
korelasi antara penggunaan smartphone berlebihan dengan penurunan fungsi
kognitif. Mulai dari rentang perhatian yang memendek (attention span),
penurunan kemampuan multitasking, hingga yang paling menakutkan, perubahan
struktural pada otak yang menyerupai pola penuaan dini.
Ya, Anda tidak salah dengar. Otak Anda bisa saja
menua 10 tahun lebih cepat dari usia kronologis Anda jika kebiasaan ini
tidak segera dihentikan. Ibarat mesin yang terus-menerus digeber pada RPM
tinggi tanpa henti, lama-lama komponennya akan aus dan rusak sebelum waktunya.
Yang lebih parah lagi adalah dampak pada kualitas
tidur. Paparan cahaya biru dari layar smartphone di malam hari mengganggu
produksi melatonin, hormon tidur. Akibatnya, Anda susah tidur, tidur tidak
nyenyak, dan bangun dengan kepala pusing atau badan lemas. Padahal, tidur
adalah waktu krusial bagi otak untuk "membersihkan diri" dan
mengkonsolidasi memori.
Kurang tidur kronis akibat scrolling
sebelum tidur ini bukan cuma bikin Anda loyo di siang hari, tapi juga
meningkatkan risiko depresi, kecemasan, dan, tentu saja, mempercepat proses
penuaan otak. Jadi, kalau Anda sering insomnia gara-gara stalking mantan
di Instagram, bukan cuma hati Anda yang sakit, otak Anda pun ikut-ikutan menua.
Lalu, apa yang harus kita lakukan? Apakah harus
buang smartphone ke laut? Tentu saja tidak seekstrem itu. Kita hidup di era
digital, mustahil mengisolasi diri sepenuhnya. Yang kita butuhkan adalah
"detoks digital" dan regulasi penggunaan yang cerdas.
Pertama, tentukan jam
bebas smartphone. Misalnya, satu jam setelah bangun tidur dan satu jam sebelum
tidur, smartphone harus "tidur" duluan. Gunakan waktu itu untuk rebahan,
ibadah, membaca buku fisik, atau sekadar ngobrol dengan pasangan.
Kedua, matikan
notifikasi yang tidak penting. Setiap getaran dan bunyi notifikasi adalah
gangguan mikro yang menarik perhatian otak Anda, memutus konsentrasi, dan
memaksa otak untuk berpindah tugas. Ibarat Anda sedang rapat penting, tapi
setiap dua menit ada yang colek-colek bahu. Kesal, kan? Otak Anda juga!
Ketiga, batasi waktu
penggunaan aplikasi tertentu. Banyak smartphone kini memiliki fitur screen time
atau digital wellbeing. Manfaatkan fitur ini. Setel batas waktu untuk aplikasi
media sosial atau game yang paling sering menyita waktu Anda. Ketika batas
tercapai, disiplin untuk berhenti.
Keempat, jadikan ruang
tidur sebagai zona bebas gawai. Ini harga mati. Kamar tidur adalah tempat
istirahat, bukan bioskop mini atau kantor cabang. Singkirkan smartphone,
tablet, atau laptop dari area tidur. Beli jam weker konvensional jika Anda
terbiasa menggunakan smartphone sebagai alarm.
Kelima, cari hobi atau
aktivitas offline pengganti. Ganti waktu scrolling dengan membaca buku,
berkebun, memasak, melukis, berolahraga, atau bersosialisasi langsung dengan
teman. Aktivitas-aktivitas ini jauh lebih bermanfaat dan menyehatkan otak
dibandingkan terus-menerus menatap layar.
Keenam, latih otak
Anda untuk fokus. Sesekali, tantang diri Anda untuk melakukan satu tugas tanpa
gangguan selama 30-60 menit. Ini akan membantu mengembalikan kemampuan otak
untuk berkonsentrasi dan berpikir mendalam.
Ingat, smartphone adalah alat, bukan majikan.
Kendali ada di tangan Anda. Jangan biarkan kecanggihan teknologi justru
merampas kecerdasan dan ketajaman otak Anda sendiri. Otak itu aset paling
berharga. Jaga baik-baik, jangan sampai berkarat atau menua sebelum waktunya.
Kalau tulisan ini terasa jleb, ya bagus. Karena kadang
kita memang butuh diingatkan dengan cara yang sedikit menohok. Tolong bantu
share tulisan ini ke grup keluarga, teman, atau siapapun yang Anda lihat tak
bisa lepas dari gawainya. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa kebiasaan kecil
ini bisa berdampak besar pada masa depan otak mereka. Bisa menyelamatkan
nyawa... atau setidaknya, menyelamatkan memori dan kewarasan mereka.
Sumber : FB dr. Erta Priadi Wirawijaya Sp.JP
Komentar
Posting Komentar